Sabtu, 27 Februari 2010

Prospek Pengembangan Tanaman Hias Famili Araceae

Posted by: admin, in Uncategorized

Caladium

Aglaonema

Perkembagan tanaman hias sekarang ini sangat pesat, khususnya untuk jenis - jeinis tanaman hias dari familia Acerace seperti Anthurium, Aglaonema, Alocasia, Caladium, Phylodendron dan jenis - jenis tanaman hias lainnya.

Pada beberapa bulan belakang kisaran haraga Anthurium sangat tinggi, sepert Anthurium ‘Wave of Love’ yang harganya dapat mencapai puluhan juta rupiah. Namun kita jangan melihat hal tersebut menjadi peluang dalam berbisnis tanaman hias. Karena trend tanaman hias akan bergulir sewaktu - waktu, hal ini terlihat dari pasaran bibit Anthurium ‘Wave of Love’ yang sebelumnya seharga Rp.30.000,- sekarang mencapai Rp. 12.500,-. Kepada para pemula yang menyukai tanaman hias janganlah membeli tanaman hias pada saat harga tinggi, karena niscaya harga tersebut akan turun.

D A U N


Jika saya ditanya daun apakah yang termahal di dunia? Barangkali bila pertanyaan tersebut dilontarkan beberapa tahun lalu, saya akan berpikir cukup lama untuk menemukan jawabannya. Tetapi, jika saya ditanya hal yang sama hari ini, saya dengan yakin akan menjawab: daun anthurium!

Ya, anthurium. Tanaman hias dengan aneka macam bentuk daun-daun cantik (menurut penggemarnya) itu berasal dari bumi Amerika Selatan. Memiliki nama Latin anthos oura, tanaman ini kemudian menyebar ke seluruh dunia, termasuk Asia. Entah karena mitos sebagai tanaman pembawa hoki atau karena semata-mata keindahan fisik dan tampilannya, belakangan ini demam anthurium melanda Jakarta dan kota-kota besar di Tanah Air. Para penggila tanaman hias berlomba-lomba mengoleksi si “emas hijau” ini. Tak peduli meski harganya terkadang tampak tak masuk akal bagi awam.

Bayangkan saja, satu batang anthurium yang masih bayi dari jenis Neo Super Boom dijual dengan harga Rp 3,5 juta! Bahkan untuk jenis lainnya, Anthurium Keris dan Anthurium Sirih, bisa mencapai Rp 6 juta! Kabar terakhir yang saya baca di surat kabar, telah terjual anthurium jenis Gelombang Cinta seharga Rp 125 juta! Buat saya yang ngos-ngosan cari duit sekadar agar bisa sesekali ngopi di Starbuck, ini sungguh gila. Saya nyaris tidak percaya ada orang di dunia ini yang rela menukar uang sebanyak itu dengan “sekadar” dedaunan.

Namun, tentulah bagi para hobiis anthurium bukan sekadar dedaunan tak berguna. Tanaman yang salah satu jenisnya dulu sering kita sebut “kuping gajah” ini, mempunyai bunga berbentuk hati dengan warna merah dan putih. Bunganya berkelopak tunggal tanpa wewangian. Sebenarnya sih tidak cantik-cantik amat jika dibandingkan mawar atau anggrek, umpamanya.

Dari jenisnya yang beragam itu, ada satu yang jadi primodana, yaitu anthurium Gelombang Cinta (the wave of love) yang telah saya sebut di atas. Dinamakan Gelombang Cinta karena bentuk daunnya yang bergelombang. Panjang setiap helainya bisa mencapai 2 meter. Para pemujanya rela membayar sampai ratusan juta untuk mengoleksinya.

Ah, pastilah hanya mereka yang kaya-raya saja yang sanggup menghiasi taman-taman di rumah mereka dengan spesies flora mahal ini. Bukan saja para penggemar sejatinya, tetapi juga mereka yang cuma ikut-ikutan tren demi gengsi dan status sosial. Memelihara dan mengoleksi anthurium kini menjadi semacam gaya hidup di kalangan elite yang mulai menyusup ke tingkat bawah. Seorang teman yang saya tahu betul selama ini tak pernah punya perhatian khusus kepada tetumbuhan, tiba-tiba saja latah membeli janin anthurium seharga lima ratus ribu rupiah. Katanya sih buat bisnis. Nanti jika “bayi” itu sudah besar akan dijualnya lagi. Tentu dengan harga berkali-kali lipat dari harga membelinya.

Sesungguhnya fenomena seperti ini bukan hal baru dan bisa terjadi di berbagai kalangan. Ingat saja misalnya saat booming ikan arwana. Kita dibuat tercengang oleh kenyataan ada ikan sungai yang biasanya jadi lauk makan siang bisa berharga puluhan juta rupiah. Lalu menyusul demam laohan, masih sejenis ikan hias air tawar. Bentuknya mirip ikan mas koki dengan mata menonjol dan kepala panjul yang unik. Lagi-lagi harganya seolah-olah berada di luar nalar kita yang awam. Ikan-ikan berjidat benjol itu bernilai ratusan ribu hingga jutaan rupiah.


Di lingkungan penyuka tanaman juga tak kalah menakjubkan. Anggrek, contohnya. Telah berabad-abad silam tanaman yang aslinya tumbuh di tengah hutan ini menjadi koleksi bergengsi di kalangan bangsawan dan kaum borjuis. Bahkan kian berkembang sampai hari ini. Para penggila anggrek ini sering nekat dalam upaya mereka mendapatkan anggrek-anggrek dari jenis yang langka. Tak jarang mereka terpaksa “mencuri”-nya dari dalam kawasan hutan yang dilindungi. Dalih mereka sih untuk menyelamatkan tanaman itu. Daripada di rimba belantara tidak ada yang merawatnya mendingan diambil untuk ditanam dan dibudidayakan secara lebih layak lagi. Dengan demikian spesies langka itu terlindung dari ancaman kepunahan alamiah dan dunia dapat ikut menikmati keindahannya.

Memang menarik mengamati perilaku para penggila ini. Bagi kita yang berada “di luar” sering dibuat takjub dan terheran-heran oleh kenekatan mereka. Kerap kita tak percaya menyaksikan ulah mereka yang unik dan di luar akal sehat. Tindakan membeli tanaman dan hewan peliharaan semahal itu oleh kita tampak sebagai kelakuan boros menghambur-hamburkan uang. Padahal kalau kita berada di posisi mereka, bukan mustahil kita pun akan melakukan hal yang sama.

Dan kalau saja saya punya uang sebanyak itu, pasti saya akan lebih memilih menukarkannya dengan satu unit laptop, misalnya. Atau untuk biaya jalan-jalan ke Tana Toraja selama seminggu. Atau bisa jadi untuk memborong buku-buku, menambah koleksi yang sudah ada yang mungkin saja akan mengundang komentar miring dari mereka yang tidak suka buku. Hah? Uang sebanyak itu hanya untuk beli buku? Mendingan untuk beli berlian atau emas atau sepatu atau……***